CARCINOMA CERVIX
(Ca Cervix)
A. Pengertian
Suatu keadaan di mana sel kehilangan
kemampuannya dalam mengendalikan kecepatan pembelahan dan pertumbuhannya.
Normalnya, sel yang mati seimbang dengan
jumlah sel yang tumbuh. Apabila sel tersebut sudah mengalami malignansi/
keganasan atau bersifat kanker maka sel tersebut terus menerus membelah tanpa
memperhatikan kebutuhan, sehingga membentuk tumor atau berkembang “tumbuh baru”
tetapi tidak semua yang tumbuh baru itu bersifat karsinogen. (Daniele gale
1996).
B. Faktor
resiko
Beberapa faktor yang mempengaruhi insiden
Ca Cervix adalah: Usia, ras, etnik, status sosial ekonomi, pola seksual,
perokok, dan terpajan virus terutama virus HIV. Pada usia 45-55 merupakan
puncak insiden terjadinya Ca cervix. Wanita amerika asal afrika dan asal
hispanik mempunyai angka kejadian yang lebih tinggi dibanding dengan kelompok
masyarakat kulit putih (Caucasian). Pada wanita yang aktif menjalankan
aktivitas seksual di waktu muda serta berganti-ganti pasangan mempunyai resiko
yang lebih besar.
C. Jenis
kanker
Ada dua tipe utama dalam pembagian Ca
Cervix, yaitu: Ca tipe Skuamosa dan Tipe Adenokarsinoma. Karsinoma Skuamosa
insidennya mencapai 80-95 % dan sering terjadi pada usia lanjut. Dan sisanya
merupakan insiden dari Adenokarsinoma yang sering terjadi pada wanita muda dan
biasanya Ca ini berkembang menjadi sangat agresif.
I.
Tanda dan
gejala
Menurut Gale
tidak ada tanda yang spesifik pada kasus Ca ini. Pada kasus ini tidak selalu
tampak tumor, tetapi kadang terjadi perdarahan karena ulserasi pada permukaan
cervix. Adanya perdarahan inilah yang mengharuskan wanita ini datang ke pusat
pelayanan kesehatan, adanya nyeri abdomen dan punggung bawah mungkin dapat
menjadikan petunjuk bahwa penyakit ini telah berkembang dengan sangat cepat.
D.
Patofisiologi
|
|
E. Pemeriksaan
diagnostik
1.
Pemeriksaan
skrining dengan menggunakan pap smear (Prostatic Acid Phospatase).
2.
Pemeriksaan
dengan tehnik biopsi di temukan adanya keganasan.
3.
Pemeriksaan
secara radiologis (CT Scan dan MRI) untuk mengetahui apakah sudah ada
penyebaran lokal dari Ca tersebut.
4.
Pemeriksaan
laboratorik, misalnya CEA (Carcinogenic Embrionic Antigen), mungkin juga
terjadi anemia, penurunan atau terjadi peningkatan trombo.
F. Diagnosa
keperawatan
1.
Koping
individu tak efektif berhubungan dengan diagnosa malignansi ginekologis dan
prognosis yang tak menentu.
2.
Perubahan
konsep diri (peran) berhubungan dengan dampak diagnosis kanker terhadap peran
pasien dalam keluarga.
3.
Resiko
terhadap infeksi berhubungan dengan imunosupresi
4.
Resiko
tinggi terhadap cidera berhubungan dengan trombositopeni
5.
Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan anemia dan trombositopenia
6.
Tidak
toleran terhadap aktivitas berhubungan dengan keletihan sekunder akibat anemia
dan pemberian kemoterapi
7.
Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksi, mual atau muntah.
8.
Kurang
pengetahuan tentang penatalaksanaan pengobatan berhubungan dengan terbatasnya
informasi
G. Rencana
keperawatan
1.
Diagnosa
keperawatan 1
Tujuan:
Ansietas, kekuatiran dan kelemahan menurun
sampai pada tingkat yang dapat diatasi: mendemonstrasikan kemandirian yang
meningkat dalam aktivitas dan proses pengambilan keputusan.
Intervensi:
a.
Gunakan
pendekatan yang tenang dan ciptakan suasana lingkungan yang kondusif.
R/ Membantu pasien dalam membangun kepercayaan terhadap tenaga
kesehatan.
b.
Evaluasi
kemampuan pasien dalam mengambil keputusan.
R/ Membantu pengkajian terhadap kemandirian dalam pengambilan
keputusan.
c.
Dorong
sikap harapan yang realistis.
R/ Meningkatkan kedamaian diri.
d.
Dukung
penggunaan mekanisme pertahanan diri yang sesuai.
R/ Meningkatkan kemampuan pasien dalam menguasai masalah.
e.
Berikan
dorongan spritiual.
R/ Perasaan dekat dengan Tuhan akan meningkatkan kemampuan pasien
beradaptasi dengan kondisinya.
2.
Diagnosa
keperawatan 2
Tujuan:
Mengungkapkan dampak dari diagnosis kanker
terhadap perannya dan mendemontrasikan kemampuan untuk menghadapi konflik peran
tersebut atau perubahan peran.
Intervensi:
a.
Bantu
pasien untuk mengidentifikasi peran yang biasa dilakukan didalam keluarga,
kerja dan komunitasnya.
R/ Untuk mengkaji atau menggali peran dasar yang di miliki pasien
sebelum ia sakit.
b.
Bantu
pasien untuk mengidentifikasi perubahan peran yang spesifik yang dibutuhkan
sehubungan dengan penyakitnya.
R/ Untuk mengembangkan perubahan peran yang mungkin perlu.
c.
Bantu
pasien mengidentifikasi strategi yang positif untuk menangani perubahan peran
tersebut.
R/ Memperbaiki solusi dari potensial konflik peran.
d.
Diskusikan
dengan keluarga untuk berkompensasi terhadap perubahan peran anggota keluarga
yang sakit.
R/ Komunikasi terbuka membantu dalam mencegah konflik perubahan
peran yang berlebihan.
3.
Diagnosa
keperawatan 3
Tujuan:
Potensial infeksi menurun dan tidak
terdapat tanda-tanda infeksi.
Intervensi:
a.
Pantau
tanda vital tiap 4 jam atau lebih sering jika diperlukan.
R/ Demam atau hipotermia dapat mengindikasikan timbulnya infeksi
pada klien yang mengalami granulositopenia.
b.
Tempatkan
pasien pada lokasi yang tersendiri.
R/ Terhindarnya kontak dengan seseorang yang mengalami infeksi
saluran pernafasan atau yang lain menurunkan resiko terjadinya infeksi.
c.
Bantu
pasien dalam menjaga higienitas perseorangan.
R/ Menurunkan hadirnya organisme endogen.
d.
Anjurkan
pasien beristirahat sesuai dengan kebutuhan.
R/ Keletihan dapat menurunkan fungsi imun.
e.
Kolaborasi
dalam: Pemeriksaan kultur (sputum, urine dan luka terbuka lain), pemberian
antibiotika.
R/ Pemeriksaan kultur membantu menentukan sensitivitas dan
resistensi kuman terhadap antibiotik tertentu.
4.
Diagnosa
keperawatan 4
Tujuan:
Pasien terbebas dari perdarahan dan
hipoksia jaringan.
Intervensi:
a.
Kolaborasi
dalam pemeriksaan DL (Hb dan Trombo ) secara rutin/ berkala.
R/ Penurunan Hb dan trombosit dapat menjadi indikasi dari terjadinya
perdarahan.
b.
Lakukan
tindakan yang tidak menyebabkan perdarahan (Hindari trauma, hindari tindakan
invasif, anjurkan pasien untuk menggunakan sikat gigi yang berbulu halus).
R/ Menurunkan resiko komplikasi dari terjadinya trombositopenia.
c.
Observasi
tanda-tanda perdarahan (Pusing, petekie, sekret yang ada diserta darah, pucat).
R/ Secara klinik anemia yang cukup berarti memerlukan transfusi
darah.
d.
Observasi
tanda-tanda vital.
R/ Munculnya hipotensi dan takikardia mungkin menjadi tanda adanya
perdarahan.
e.
Kolaborasi
dalam tindakan transfusi TC (trombosit concentrate).
R/ Transfusi diberikan jika Hb mencapai 8 gr% dan trmbosit mencapai
20.000 sel/mm3.
5.
Diagnosa
keperawatan 5
Tujuan:
Mampu mengenali dan menangani anemia.
Pencegahan terhdap terjadinya komplikasi perdarahan.
Intervensi:
a.
Kolaborasi
dalam pemeriksaan Hematokrit dan Hb serta jumlah trombosit.
R/ Memberikan informasi yang jelas sebagai bahan untuk melakukan
evaluasi respons pasien terhadap transfusi.
b.
Berikan
cairan secara tepat.
R/ Mencegah terjadinya hidrasi yang berlebihan.
c.
Pantau dan
atur kecepatan infus.
R/ Mencegah terjadinya resiko overload yang dapat meningkatkan beban
kerja jantung.
d.
Kolaborasi
dalam pemberian transfusi
R/ penmabahan sel darah akan membantu meningkatkan perfusi ke
jaringan.
6.
Diagnosa
keperawatan 6
Tujuan:
Pasien mampu mempertahankan tingkat
aktivitas yang optimal. Pasien akan memaksimalkan energi dengan beristirahat
dengan meminimalkan efek keletihan pada aktivitas sehari-hari.
Intervensi:
a.
Kaji pola
istirahat serta adanya keletihan pada pasien.
R/ Menentukan data dasar untuk membantu pasien yang sering mengalami
keletihan.
b.
Anjurkan
kepada pasien untuk mempertahankan pola istirahat/ tidur sebanyak mungkin
dengan diimbangi aktivitas.
R/ meningkatkan kontrol diri.
c.
Bantu
pasien menrencanakan aktivitas berdasarkan pola istirahat atau keletihan yang
dialami.
R/ Meningkatkan aktivitas selama proses pencegahan keletihan.
d.
Anjurkan
pada pasien untuk melakukan latihan ringan.
R/ Memberikan kesempatan untuk istirahat serta latihan ringan dapat
meningkatkan pola istirahat.
e.
Observasi
kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ Peningkatkan kemampuan berkativitas merupakan indikasi dari ber-
kurangnya tingkat keletihan yang dialami pasien.
7.
Diagnosa
keperawatan 7
Tujuan:
Masukan atau intake yang adekuat serta
kalori yang mencukupi kebutuhan tubuh.
Intervensi:
a.
Kaji adanya
pantangan atau adanya alergi terhadap makanan tertentu.
R/ Memberikan data dalam pemberian menu dan pantang atau alergi
pasien.
b.
Kolaborasi
dengan gizi dalam pemberian dengan menu yang sesuai dengan diet yang
ditentukan.
R/ Memberikan perencanaan dalam pemberian nutrisi kepada pasien
sesuai dengan diet.
c.
Pantau
masukan makanan oleh klien.
R/ Memberikan informasi untuk evaluasi dan rekomendasi terhadap
tindakan selanjutnya.
d.
Anjurkan
agar klien membawa makanan dari rumah jika diperlukan dan disesuaikan dengan
diet.
R/ Meningkatkan pengembalian pada diet reguler.
e.
Lakukan
perawatan mulut sebelum makan sesuai kebutuhan.
R/ Dengan mulut yang bersih akan meningkatkan nafsu makan.
8.
Diagnosa
keperawatan 8
Tujuan:
Pasien dapat mengungkapkan perencanaan
pengobatan dan tujuan dari pemberian terapi.
Intervensi:
a.
Baringkan
pasien diatas tempat tidur.
R/ Memberikan serta meningkatkan rasa nyaman.
b.
Kaji
kepatenan kateter abdomen.
R/ Meningkatkan drainase aliran dari terapi.
c.
Berikan
obat premedikasi sesuai dengan pesanan.
R/ Mencegah reaksi yang mungkin muncul dalam pemberian terapi.
d.
Observasi
tentang reaksi yang dialami pasien selama dalam pengobatan.
R/ Meningkatkan pengenalan dini terhadap masalah yang potensial
terjadi.
e.
Jelaskan
kepada pasien efek yang dapat terjadi (dalam waktu lambat, sedang dan cepat).
R/ Memberikan informasi terhadap perawatan mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA
Philadelphia: F.A Davis Company.
Gale, Daniele, 1996, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi,
Jakarta: Penerbit Buku Kedoteran EGC.
Junadi, Purnawan, 1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta:
Media aesculapius Universitas Indonesia